Rabu, 29 Oktober 2014

Museum Tekstile



Museum tekstilmerupakan salah satu museum di jakarta yang bertujuan untuk mengedukasi masayarakat tentang budaya. Tempat yang berada di daerah tanah abang ini, memiliki koleksi kain dari berbagai daerah di indonesia.  museum ini didirikan pada tahun 1976 pada saat pemerintahan jakarta di tangan Ali Sadikin.
Name                                           : Museum Tekstil
Opening Time                              : 09.00 – 15.00 (Tuesday - Sunday)
Number Of Attraction      `           : 500 Visitors (On Event)
Geographic Location                    : jalan aipda KS Tubun No. 2-4, Jakarta Pusat
Cost and Price their Offering      :
Ticket Price

Personal
Group (Min 30 Persons)
Adult
Rp 5.000,-
Rp 3.750,-
College Student
Rp 3.000,-
Rp 2.250,-
Student
Rp 2.000,-
Rp 1.500,-

Courses and Training
Local
Foreign
Rp 40.000,-
Rp 75.000,-

Target Market                             : Jakarta Selatan_SESB/C_aesthetic appreciation
Untuk mengetahui lebih banyak informasi mengenai bagaimana pihak management mengelola museum, kami mendapatkan kesempatan bertemu dengan Bu Ari. Bu ari sangat antusias pada saat kami sebagai mahasiswa berkunjung untuk melakukan study penelitian mengenai museum. 
Pada saat melakukan wawancara Bu Ari menceritakan bahwa permasalahan utama yang dihadapi adalah jarang sekali anak muda yang mau berkunjung dan menghabiskan waktu luangnya di dalam museum, oleh karena itu dirinya sangat antusias pada saat mengetahui bahwa kami sebagai mahasiswa mengambil objek penelitian museum.
“jarang soalnya anak muda yang mau main kesini kecuali dari anggota komunitas, mereka kan biasanya jalan ke mall. kayaknya tuh museum belom bisa nyelesaiin masalah anak muda kali ya, makanya mereka jarang banget yangmau main kesini”
Sebagai pihak pengelola museum, sudah banyak usaha yang dilakukan bu ari untuk menarik anak muda agar mencintai nilai traditional, khususnya di bidang tekstil. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan mengadakan pelatihan untuk membatik. Usaha tersebut dilakukan untuk membuat sebuah consumer experience bagi para pengunjung. selain itu, usaha lainnya juga mengadakan sebuah event pameran dan mengundang para currator, hal tersebut dilakukan guna memberikan vibrasi di museum agar tidak terlihat monotne.
Selain itu, bu ari juga menjelaskan bahwa salah ada beberapa faktor pendukung yang dapat meningkatkan jumlah pengunjung museum. diantaranya keluarga, sekolah, dan komunitas pencinta nilai-nilai sejarah seperti Sahabat Nusantara.
                  
Bu ari menjelaskan, bahwa faktor pendorong tersebut belum bisa di manfaatkan secara maksimal, karena pihak pengelola museum juga harus melakukan usaha untuk mendapatkan pengunjung dari sekolah
“kalo dari sekolah sendiri itu sebenernya kita pake sistem jemput bola, soalnya pendekatan mata pelajaran yang orientasinya terhadap kebudayaan itu masih belum bisa bersinergi. Nah kita tuh berharap supaya kurikulum itu bisa sinergi, jadi di sekolah juga tuh diajarin tentang teorinya, terus disini anak-anak sekolah bisa ngeliat bentuknya langsung. Kan sekaligus juga bisa meningkatkan cinta terhadap tanah air juga”
Setelah melakukan interview, dilakukan juga pengamatan secara mendetail untuk museum tekstil, dari hasil pengamatan yang dilakukan didapatkan sebuah informasi yang dapat dipaparkan dalam bagian service blue printing dibawah ini
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa service blue printing, ditemukan sebuah gap  antara apa yang di rencanakan oleh pihak pengelola. Gap tersebut berada pada bagian staff yang tidak setiap saat stand by untuk membantu pengunjung menjelaskan detail informasi untuk setiap koleksi yang di miliki oleh museum.